PKMK Bab 5

 Aku menggelengkan kepalaku mendengar suara Kak Rose yang khawatir akan diriku.

“Tidak, aku tidak merasa lelah.”

“Oke, tapi ayo pergi, kamu harus pergi tidur.”

Kakakku, yang baru saja berdiri, mengulurkan tangannya kepadaku. Aku pun berdiri, memegang tangannya.

“Astaga, Lize,” sebuah suara yang tidak mengenakan memanggil namaku.

“Ugh, tidak mungkin.’ Aku pun muram mendengar suara itu.

“Kau hanya sedang membersihkan aula, kenapa kau membuat keributan?”

Sosok Becky berjalan ke dalam aula dari bayangan di pintu masuk.

Aku melihat kembali ke arah Becky yang masuk, mencoba menyembunyikan tatapanku yang waspada.

“Tidak seharusnya seorang pelayan istana bermain-main. Ku rasa aku harus memberimu pelajaran lagi.” Becky pun tertawa dengan kejam.

Secara insting, aku memejamkan mataku mendengar nada suaranya yang jahat.

“Astaga, aku belum pernah melihat perempuan yang menyedihkan dan kurang ajar,” 

Rose, yang sudah berdiri, menatap Becky.

‘Huh, apa?’

“Kakak! Aku tidak apa-apa! Jangan bertengkar!”

Aku menarik rok kakakku, tapi Rose tetap mempertahankan postur tegapnya.

“Melempar semua pekerjaanmu ke seorang anak kecil, apakah kamu itu orang dewasa?”

“Apa?”

“Aku tidak tahu bagaimana bisa seseorang yang tidak kompeten bisa dipekerjakan di istana sebagai seorang pelayan dalam pelatihan.”

Tangan Rose memegang tanganku, meyakinkanku sambil memintaku untuk tidak ikut campur dalam argumen.

Aku khawatir bagaimana pertengkaran ini akan membuatnya terlibat. Tetap saja, aku juga merasa senang karena ada seseorang yang membelaku.

‘Ini adalah pertama kalinya seseorang berada dipihakku.’

Meskipun begitu, aku pun tersadarkan. 

‘Seharusnya aku merasa terkagum. Bagaimana jika kakakku terlibat dalam pertengkaran, dan dia terluka!’

Aku menarik rok kakakku sekali lagi.

“Siapa kau yang baru saja memotong pembicaraan ini?!”

Dengan tepat waktu, Becky bertanya dengan kasar.

Dengan hati hati, Becky memeriksa kakakku.

“Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, tapi ku rasa kau bukan seorang pelayan berkedudukan tinggi.”

Aku menggigit bibirku.

Biasanya, para pelayan membuktikan identitas mereka dengan menggunakan bros kristal yang terpampang di dada mereka. 

Pelayan biasa akan memakai kristal mawar, pelayan senior menggunakan kristal putih, sedangkan dayang-dayang menggunakan yang warna kuning.

‘Tapi… dia tidak menggunakan bros sekarang.’

Pasti dia meninggalkan miliknya karena tidak ingin diketahui identitasnya olehku.

Aku tidak bisa menghilangkan kekhawatiranku dan melihat kakakku.

Rose sangatlah misterius. Daripada rasa gugup, yang bisa ku lihat hanyalah wajah penuh dengan ketenangan dengan sedikit…

Bagaimana caranya aku mengekspresikan raut wajah itu? Apakah itu rasa kasihan?

Ya, aku rasa dia sedang merasa kasihan kepada Becky.

Seperti seekor burung elang yang merasa kasihan kepada seekor burung pipit…

“Siapa kamu yang memerintahku sebagai seorang pelayan dalam pelatihan?”

Wajah Rose terlihat galak.

Matanya tertuju pada Becky, bahkan dia tidak menyadari tarikan guguku pada lengan gaunnya.

Tapi Becky hanya terkekeh, “Kau sama saja seperti Lize. Aku rasa kau juga membutuhkan sebuah pelajaran.”

“...pelajaran?”

Rose memiringkan kepalanya pelan-pelan.

‘Becky pasti sedang merencanakan hal yang buruk. Aku harus melindungi kakakku!’

Aku berdiri diatas tumitku, bersiap untuk beraksi ketika aku melihat mata Becky yang tertuju pada ember di depan kakakku.

Sebuah ember penuh dengan air kotor.

Disaat dia melihat itu, bibir Becky tersenyum sinis.

“Iya, sebuah pelajaran!”

Becky menaikkan kakinya.

‘Hey, jangan ganggu kakakku!’

‘Beraninya kamu memaki kakakku!’

Aku berlari ke depan dengan penuh putus asa disaat Becky menendang ember itu.

Hasilnya…

‘Argh!’

“Lize!”

Kakakku memanggilku dengan ketakutan.

‘Dingin!’

Aku menggerakkan bahuku, mencoba mengusir rasa dingin.

Ember itu sekarang kosor. Airnya yang kotor membasahi pakaianku.

Jika saja aku lebih tinggi, aku hanya akan basah sampai bagian pusarku.

Tapi, bukan itu masalahnya sekarang. Airnya telah membasahi pakaian dalam dan sepatuku.

Aku melihat kembali kearah kakakku.

Apakah dia terkena air kotornya?

“Kakak, apakah kamu baik-baik saja?”

“Astaga, Lize!”

Rose yang kaget pun menunduk dengan cepat.

Aku melihat ke arah pakaianku yang basah.

Ada banyak sekali air yang masuk ke dalam sepatuku dan rasanya sangat tidak nyaman.

Tetap saja, lebih buruk jika melihat wajah khawatir Kak Rose.

Aku tersenyum dengan lebar, mencoba untuk menenangkan kegelisahannya.

“Jangan khawatir, kak! Aku tidak apa apa!”

“Apa yang kamu maksud dengan ‘tidak apa-apa’? Lama-lama kamu akan masuk angin!”

Kakakku berteriak sambil dia mencoba untuk mengeringkan air dengan sapu tangannya yang tidak berhasil saat aku mundur, menghindari tangannya yang terulur.

“Tidak, bagaimana jika sapu tanganmu terkena kotoran?”

“Jangan berkata seperti itu! Kamu lebih berharga daripada sapu tanganku.”

Kakakku mengusap pipiku yang terkena noda.

‘Terima kasih banyak, kak.”

Aku percaya bahwa ada masalah lebih besar daripada tubuhku yang basah.

Dengan mata yang lelah, aku melihat ke arah bawah dimana air yang tumpah.

“Ah… Aku harus membersihkannya lagi.”

Aula yang kami habiskan tujuh jam untuk membersihkan, menjadi kotor lagi!

‘Ugh, bahkan air kotor membasahi aulanya.’

Kenapa Becky sangat kejam kepada Rose?

Aku menatap Becky dengan tajam.

“Kau akan bisa mengembangkan kepandaianmu jika kau terus membersihkan, maka dari itu kau harus tetap membersihkannya lebih lagi,” tegur Becky, kata-katanya dipenuhi dengan kebencian.

Dia berjalan maju dan menambahkan, “Aku sudah bekerja keras di ruang pencucian, bahkan kepala pelayan memujiku karena pekerjaanku yang baik.”

“Apa?”

“Biarkan aku memberimu sedikit masukan. Lebih baik kau menjauh dari Lize. Kau belum saja melihat sifat aslinya. Maka dari itu, kau masih saja membelanya,” Kata Becky dengan tatapan yang tajam kepada Rose.

‘Omong kosong apa yang sedang dia katakan?’

Aku menatap Becky. Semakin lama dia semakin tidak masuk akal.

Tapi Becky tidak berhenti.

“Walaupun Lize lebih muda, dia berkata bahwa dia akan melakukan tugas-tugas yang berat karena dia ingin perhatian kepala pelayan…”

Becky memelototiku, matanya dipenuhi dengan rasa amarah dan kemurkaan.

“Maka dari itu, dia ingin membersihkan aula ini.”

‘...apa yang sedang dia berusaha katakan? Bukankah dia yang menyuruhku untuk melakukannya karena dia tidak ingin melakukan semua pekerjaan beratnya?’

Pelayan lain sering bermain-main dan melalaikan pekerjaan mereka. Maka dari itu mereka memaksaku untuk melakukan pekerjaan mereka.

“Kamu hanya perlu menunjukan seberapa baik kamu bekerja kepada kepala pelayan, bukankah begitu?” kata Becky yang melihatku dengan tatapan sedih.

‘Apakah dia memiliki dendam padaku karena hal yang terjadi sebelumnya?’

‘Kenapa kamu melakukan hal ini kepadaku!’

Aku tidak bisa menyembunyikan kekejutanku.

Becky mendecakkan lidahnya dengan tidak sabar.

“Apakah kamu melakukan semua hal ini agar kepala pelayan menugaskanmu kepada Istana Kaisar atau Istana Permaisuri?” ujar dia sebelum menghentikan perkataannya.

‘Tidak! Siapa yang ingin bekerja di Istana Kaisar atau Istana Permaisuri?’

Aku tercengang.

Namun, tampaknya Becky salah menafsirkan kebisuanku sebagai afirmasi bisu.

Becky melihatku dan Rose secara bergantian, menyilangkan lengannya.

Dia melihatku, memaksaku untuk mengaku ‘kebenaran’nya.

Tapi, tiba-tiba dari luar aula.

“Yang Mulia!” terdengar suara tergesah-gesah, dan dengan itu, suara langkah kaki mendekat, menyebrangi aula.

Aku tidak percaya dengan telingaku.

…Yang Mulia? Sang Permaisuri?!

Wajah Becky menjadi kebingungan.

Aku melihat Rose dengan refleks.

Kakakku menjauh dariku karena tatapan heranku.

Ka-kak Rose?

“...Kak Rose,” aku memanggilnya dengan hati-hati.

Kakakku hanya meresponi dengan menggigit bibirnya.

Di depan kami, seorang pelayan tua datang.

Dia menggunakan bros berwarna kuning di dadanya. Dengan kata lain, dia adalah seorang pelayan yang bertanggung jawab atas seluruh istana.

Dayang itu melenguh dan membungkukkan badannya.

“Akhirnya saya menemukan anda, Yang Mulia.”

“...”

“Yang Mulia?”

Kak Rose melirik ke arah pelayan itu. 

“Halo, Hayden.”

Hayden.

Aku mencari kata itu di dalam ingatanku.

Aku tahu nama itu.

Karena aku ingin menghindari dari sang Permaisuri, aku menghafalkan semua nama pelayan di dalam istana Permaisuri dan menjauhinya.

Aku mencoba, tapi…

Aku mengepalkan tanganku.

Setelah semua usahaku, kenyataan malah melampaui imajinasiku, memusnahkan itu semua.

“Yang Mulia, anda tidak kembali, maka dari itu pelayan ini datang mencari anda.”

Hayden melihat Becky dengan tatapan amarah karena perilakunya yang tidak sopan.

Namun, bukannya menanggapi ketidaksenangan pelayan itu, dia memandang Rose dengan bingung seolah-olah dia tidak bisa memahami situasinya. 

Setelah beberapa saat, kakakku memberikan sebuah tanda dan menaikkan kepalanya.

Kakakku, yang selalu memiliki sikap yang lembut dan riang di sekitarku, menunjukkan sikap yang anggun.

Raut wajahnya berubah menjadi asing. 

“Jadi kamu adalah Becky, si pelayan dalam pelatihan?”

“...Ya-Yang Mulia?”

Suara Becky bergetar saat dia bertanya dengan kaget.

Sudut bibir Rose naik sedikit.

Dan wajahnya adalah senyum yang menusuk tulang.

<<       >>

Comments

Popular Posts