PKMK Bab 4
‘Jika aku memberitahu semua masalah kecil yang sudah aku alami, dia akan menyelesaikan semuanya… Tapi, aku tidak ingin terus menyusahkannya. Jika aku terus menumpuk masalahku kepadanya, mungkin dia akan menganggapku sebagai anak yang menyusahkan.
“Lize.”
Rose menekukkan lututnya dan menatap lurus ke mataku.
Kakakku bertanya dengan hati-hati, “Lize… apakah kamu tidak mempercayaiku?”
“Huh? Tidak, tidak seperti itu!”
“Tentu saja, aku tau Lize tidak ingin membicarakan hal ini, tapi…” sambung Rose setelah menghela nafas, “...tapi jika kamu memiliki waktu yang sulit, aku ingin kamu mengandalkanku.”
“Ka-kakak…”
“Tentu saja, aku tidak ingin memaksamu, oke?” ucap Rose, menundukkan pandangannya. Di bawah bayangan bulu matanya yang panjan, mata emerald itu pun berkilau dengan kesedihan. Raut wajahnya yang terlihat putus asa itu membuatku mengaku sebelum akhirnya aku menyerah.
‘Kak Rose-ku yang seperti malaikat… Dia terlihat sangat sedih. Bagaimana bisa aku menyimpan kebenarannya dari dia…’
“...oke,” anggukku mengalah.
Aku masih tidak percaya dia tidak merasa terganggu dengan ucapanku, meskipun hal itu jauh lebih baik daripada melihatnya sedih.
Tidak butuh waktu yang lama, air mata menggenang di mataku saat aku menyebutkan perlakuan buruk yang ku hadapi.
“Kakak tahu, ada seorang pelayan dalam pelatihan bernama Becky…”
“Iya.”
“Dia menendang tumpukan debu yang sudah ku sapu, dan dia selalu menyuruhku.”
Mengingat kembali kejadian-kejadian ini membuatku murung.
Saat aku sadar, tubuhku bergemetar.
“...Apakah hal itu yang terjadi?”
“Iya, tapi…”
Aku terlambat menyadari persepsi tajam Rose. Dia adalah pendengar yang baik. Dengan rasa kesal yang ada di hatiku, aku menyebutkan semua yang telah dilakukan oleh Becky. Ketika dia mendengar ceritaku, tatapan Rose menjadi tajam.
“Becky… Becky, pelayan dalam pelatihan,” mata Rose berkilau saat dia membisikan nama itu beberapa kali.
Secara mendadak dia berdiri dan menatap aula besar itu.
Apa yang dia sangat khawatirkan? Aku pun mencoba mencari tahu.
“...Bagaimana caranya aku selesaikan ini ya?”
“Uh, kak? Apa yang sedang kamu bicarakan?” Aku mengernyitkan dahiku karena kebingungan. Aku melihat figur kakakku yang berdiri, bingung dengan perilakunya yang aneh.
“Tidak, aku tidak bisa melakukan itu sekarang.”
“Uh, kakak…”
Kata-kataku seperti tidak terdengar olehnya. Ekspresi Rose berubah menjadi penuh dengan amarah. Aku tidak bisa melakukan apa-apa tapi merasa takut. Inilah pertama kalinya aku melihatnya sangat marah.
‘Kakak, kenapa kamu menggertakkan gigimu begitu keras?’
Akhirnya, Rose mendengar panggilanku, dan dia melihatku dengan wajah yang kaget. Dia menggelengkan kepalanya, dan ekspresi menakutkannya tergantikan oleh senyuman lembut.
“Tidak apa-apa. Daripada itu, Lize…”
“Iya?”
“Mulai sekarang, jangan begadang semalaman.”
Mendengar ucapan tegas Kak Rose, aku menurunkan bahuku. Ya, sudah empat jam berlalu sejak aku mulai membersihkan aulanya. Akan tetapi, aku masih belum selesai membersihkan genangan air yang ada, jadi aku masih harus begadang semalaman untuk membersihkannya.
“Ayo kita bersihkan aulanya bersama.”
“Huh?” mendengarnya aku terkejut. Aku tidak bisa membayangkan Kak Rose dengan wajah anggunnya memegang kain pel dan membersihkan lantai.
“Tidak apa-apa kak. Aku bisa melakukannya sendiri!”
Aku menggelengkan kepalaku dengan dua tangan terkepal dalam tekad. Walaupun aku tidak memiliki staminanya, aku juga masih memiliki rasa sungkan.
‘Ini adalah tugasku, dan bagaimana bisa aku membiarkan Kak Rose-ku yang cantik melakukannya? Lebih baik aku melakukannya sendiri! Aku akan melakukannya sendiri!’
“Tidak, Lize,” dengan tegas Rose menggelengkan kepalanya. Dia membungkukkan tubuhnya dan membuat kontak mata denganku, dan dia bicara dengan penuh kesedihan.
“Saat aku melihatmu membersihkannya sendiri, hatiku terasa sakit.”
“...”
“Tidak apa-apa. Aku akan memberitahukan para pelayan agar kamu tidak akan memiliki masalah dengan mereka di masa depan.”
...Aku merasa sedikit tertarik dengan hal itu. Aku tidak tau posisi dia dengan pasti, tapi melihat rasa percaya dirinya, aku bisa membayangkan bahwa dia adalah pelayan dengan jabatan tinggi. Aku berharap kepala pelayan akan mengatasi halangan yang ada, tapi tidak ada salahnya jika aku membiarkan Rose melakukannya jika dia berkenan.
Setelah memikirkan pilihanku, aku mengangguk, “Baiklah, terima kasih, kak!”
… lima jam kemudian. Rose menyandarkan tubuhnya ke tembok aula. Ia pun mengernyitkan alisnya dengan frustasi.
“Tidak apa-apa, kakak.”
Kakakku memandangku dengan wajah yang sedih.
“Tidak ada yang salah dengan ketidakmampuan untuk membersihkan ruangan. Kakak pasti lebih baik dalam hal lain,” ujarku mencoba untuk menghibur Rose.
“Ada satu hal yang aku tidak bisa lakukan sekarang,” ucapnya secara serius.
Tentu saja aku menyayangi Rose dengan sepenuh hati, tapi kemampuannya untuk bersih-bersih sangatlah buruk. Saat aku menatapnya, kakakku sedang menutup bibirnya dengan ekspresi yang muram.
“Terima kasih untuk hiburannya, Lize…”
Aku tidak menganggapnya sebagai hiburan. Kutelan air liurku yang kering, dan aku mengambil satu langkah mendekat kepada Kak Rose.
“Walaupun seperti itu, kakak,” lalu dia sedikit menaikkan kepalanya mendengar kata-kataku, “Kakak sangat pandai dalam menyiram tanaman dan bernyanyi! Dan juga…”
Aku menaikkan jari-jariku sambil menghitung semua kepandaiannya satu per satu.
Sudah sangat jelas, aku adalah saksi matanya! Sudah berapa kali kami bertemu di tempat rahasia kita? Jumlah mawar-mawar yang sudah kakakku siram sebagai hobinya di waktu luang pun mekar dengan indah, dan saat aku mendengar lagu pengantar tidurnya, aku pun tertidur. Selain itu, dia juga memiliki keuntungan yang tidak sepadan dengan orang lain.
“...dan wajah kakakku, adalah yang tercantik di dunia!” kata-kataku yang penuh tekad membuat mata hijaunya yang gelap terbelalak. Beberapa saat kemudian, Kak Rose tertawa.
“Aku bersyukur kamu mengatakan itu, Lize.”
“Tapi, itu kan kebenaran! Kakakku adalah orang tercantik di dunia!”
“Iya, iya,” Kak Rose pun membentangkan lengannya lebar-lebar, ingin memelukku, tapi aku ragu untuk memeluk Rose seperti biasanya.
“...Ada apa, Lize?”
Melihat pakaian kakakku yang bersih dan pakaianku yang kotor secara bergantian, aku membuka mulutku dengan hati-hati.
“Aku...pakaianku kotor…”
Tentu saja, aku menghabiskan waktuku seharian untuk membersihkan aula, dan pakaianku penuh dengan debu dan kotoran dari airnya.
Aku merasa bersalah. Jika aku memeluk Rose dengan tidak hati-hati, pakaiannya akan kotor.
Lalu, ucap Rose, “Lize-ku tidak perlu memikirkannya.”
Dengan kata-katanya yang penuh kasih, kakakku menarikku dalam pelukan erat. Kakakku mengulurkan lengannya dengan lembut dan memelukku erat-erat sehingga aku tidak bisa lagi mundur. Aroma Rose yang unik, anggun dan manis menggelitik ujung hidungku.
“Ayo kita beristirahat sebentar lalu membersihkannya lagi bersama.”
“Iya!”
Aku menyeringai, memeluk leher kakakku dengan erat.
‘Rose, kamulah cahaya dari kehidupan istanaku!’
Setelah dua jam, kami berhasil membersihkannya. Saat membersihkan lantai, Rose menggumamkan sesuatu yang tidak bisa ku pahami dengan wajah penuh galak. “...bagaimana caranya membuat ini?”
“Oh, kakak?”
“Iya? Kenapa kamu memanggilku, Lize?”
“Kita sudah selesai. Fiuh, akhirnya semua selesai.”
“Iya, kita sudah selesai!”
Setelah beberapa saat, aku dan kakakku mengamati aula utama. Sebuah rasa pencapaian memenuhi hati kami melihat aula yang bersih.
Kakakku, yang duduk di lantai, berkata dengan penuh kasih, menaikkan tangannya ke atas kepalaku.
“Kerja yang bagus, Lize.”
“Kakak juga!”
Lalu aku menyadari bahwa Kak Rose sedang duduk di lantai.
‘Kakakku sedang duduk di lantai tanpa apa-apa!’
“Ini adalah pertama kalinya kakak duduk di lantai seperti itu.
“Apakah itu benar?”
Kakakku, dengan matanya yang terbelalak, tertawa.
Rose memiliki sesuatu yang bangsawan di dirinya.
Dia tidak pernah duduk di lantai tanpa sebuah sapu tangan, tapi saat ini, dia tersenyum walaupun dia harus melalui kekacauan ini. Aku melirik ke arah Rose.
‘Apakah kamu dari keluarga bangsawan?’
Ya, Rose memancarkan aura bangsawan dari kepala hingga ujung jari kaki.
‘Mungkin dia adalah salah satu pria dan wanita dari keluarga bangsawan yang ditugaskan ke Istana Permaisuri?’
Sang Permaisuri, ibu dari kekaisaran, adalah anak perempuan satu-satunya dari keluarga paling bangsawan di kekaisaran walaupun saat itu dia belum menikah. Maka dari itu, ada rumor bahwa Istana Kekaisaran hanya menerima pelayan dari bangsawan.
‘Ngomong-ngomong…’ aku menelan air liurku, ‘... kenapa aku terus memikirkan tentang sang Permaisuri?’
‘Tidak! Rose dan sang Permaisuri tidak memiliki hubungan apa-apa!’
“Lize, apakah kamu lelah? Wajahmu terlihat pucat.”
Aku pun tersadar saat mendengar suara khawatir Rose.
Comments
Post a Comment