PKMK Bab 2
Tawaku berdentang di taman. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertindak jahil di depan Rose. Hal itu lazim, karena dialah satu-satunya yang menyayangi dan menerimaku apa adanya.
Tawa gembiranya pun berhenti, “Aku juga merindukan Lize,” ucapnya dengan ramah.
“Sungguh?”
Mataku terbelalak mendengar perkataannya.
Mata Kak Rose bertatapan dengan mataku. Senyumnya merekah pada tatapan tajamku, menganggap bahwa kecurigaanku lucu.
Tentu saja, aku ingin bertemu dengan Lize setiap hari.
“...Cih, kamu berbohong.”
Aku pun cemberut, mengkhianati kebahagiaan yang mengalir keluar dari hatiku setelah mendengarkan kata-katanya yang tulus.
'Jika bukan karena dukungannya, apakah aku akan sanggup untuk bertahan di kehidupan kekaisaran yang keras ini?'
Kami berdua berbaring di bawah pohon besar, berteduh dari terik matahari sambil menatap langit. Kemudian, Kak Rose memecah keheningan yang damai.
“Lize, apakah kamu memiliki masalah akhir-akhir ini?”
Begitu aku mendengarkan pertanyaan itu, pikiranku melintas kembali pada insiden tempat perapian yang ku alami dengan Becky.
Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat untuk menghilangkan ingatan buruk itu. Sudah lama sejak aku bertemu dengan kakakku, dan aku tidak ingin membuatnya khawatir.
“Uhm, tidak…”
“Sungguh? Bukankah kamu mengatakan bahwa pelayan lain mengganggu Lize sebelumnya?”
Mata hijaunya yang gelap menusukku dalam-dalam, mencoba mencari kebenaran yang tercermin dari mataku.
Melihat raut wajahnya yang serius, aku menelan ludahku dengan gugup.
Salah satu masalah yang ku miliki dengan Kak Rose adalah intuisinya yang tajam.
Tidak hanya memiliki wajah yang indah, tetapi dia juga diberkati dengan kecerdasan yang cemerlang. Dia akan mengetahui kebohonganku jika aku tidak berhati-hati dan berputus asa. Aku mencoba semua trik yang ada di dalam buku untuk menyembunyikan ekspresi bersalahku darinya.
Aku hanya tidak ingin dia terlalu khawatir padaku.
Di pertemuan kami sebelumnya, secara tidak sengaja aku mengeluhkan sesuatu yang berujung ke terjadinya masalah ini.
Hari itu, aku memberitahukan dia tentang bagaimana pelayan lain terus memerintahku.
Aku adalah pelayan baru dalam pelatihan dan kami sudah membagi tugas. Sayangnya, semua tidak berjalan sesuai rencana.
Pelayan lainnya terus mengusikku. Mereka menganggapku sebagai sasaran empuk, karena aku yang termuda di antara mereka. Oleh dari itu, mereka akan memberikan tugas tambahan yang tidak ditugaskan padaku.
“Lize, bawa ini kepada ruang cucian.”
“Lize, pergilah ke ruang cucian/utilitas dan suruh mereka untuk mencuci semua ini.”
“Lize, ambil cucian bersih dari ruang utilitas.”
"Lize!"
"... Lize!"
"...... Lize!"
‘Lize ini… Lize itu!’
Perintahnya tidak pernah berakhir. Tenagaku dihabiskan untuk menyelesaikan tanggung jawab pelayan lain.
Aku dan Kak Rose sudah mengatur pertemuan itu di sore hari. Setelah menyelesaikan tugas-tugasnya, aku segera pergi menuju ke tempat pertemuanku. Sayangnya, aku sangat kesal dan frustasi. Jadi, saat aku menemuinya, aku tidak bisa menahan diri dan meluapkan kekesalanku. Hari itu, aku menangis dan memeluknya hingga air mataku kering.
Kak Rose sangatlah baik. Dia adalah satu-satunya orang yang akan mendengar ceritaku. Dia tidak menganggap masalahku sebagai sebuah lelucon dan mendengarkannya dengan seksama.
Saat itu, kakakku mengelus punggung tanganku dengan lembut dan berkata, “Jangan khawatir, Lize. Semua akan menjadi lebih baik di masa depan.”
Entah bagaimana, dukungan dari kakakku memberiku motivasi yang aku tidak tahu aku butuhkan. Aku berhasil mendapatkan kembali kekuatanku dan lanjut bekerja keras lagi.
Lalu, saat aku pergi kembali, aku terkejut saat mengetahui bahwa kepala pelayan datang dan membagi pekerjaannya dengan adil.
Kepala pelayan menegur kami dengan wajah yang tegas.
“Melakukan penindasan tidak bisa ditoleransi. Saya akan mengawasi pekerjaan kalian mulai dari sekarang, Jadi, lebih baik jangan mencoba untuk melempar tanggung jawab kalian kepada orang lain.”
Sejak kepala pelayan memberikan peringatan, beban kerjaku berkurang. Dengan adanya dia mengawasi kami semua, sebagian besar pelayan yang dulu menyulitkanku tidak berani untuk melakukannya lagi.
Setelah insiden itu, aku dipindahkan ke tempat ini, jauh dari ruang utilitas. Hanya setelah aku di pindahkan, aku mengetahui bahwa ruang utilitas adalah salah satu tempat tersulit untuk bekerja di istana kekaisaran.
Syukurlah, aku sudah dipindahkan.
Terus terang, aku beruntung kepala pelayan datang untuk menyelamatkan ku. Akibatnya, beberapa dari mereka semakin membenciku dan salah satunya adalah Becky. Sejak saat itu, dia terus mengusikku di belakang kepala pelayan.
Sama seperti sebelumnya, dia akan menyuruhku untuk membersihkan tempat perapian. Namun, aku tidak ingin menyebabkan masalah untuk Kak Rose, jadi aku menahan diri dengan perilakunya.
...walaupun, sesuai dugaan, hal ini agak susah. Aku ingin meluapkan kekesalanku dan mengeluh tentang Becky, tapi...
‘Kak Rose sangat peduli denganku.’
Jika aku mengeluh kepada Kak Rose, kepala pelayan akan datang dan menyelesaikan situasi sulitku.
Aku akan dianggap bodoh jika aku mengira bahwa insiden sebelumnya adalah kebetulan belaka.
‘Mungkin Kak Rose adalah seorang pelayan berkedudukan tinggi yang bisa mempengaruhi kepala pelayan?’
‘Yaaa, itu adalah tebakan yang masuk akal.’ Aku mengangguk. ‘Namun, tidak peduli seberapa besar Rose bisa mempengaruhi kepala pelayan, aku tidak ingin melihat dia melakukannya secara berlebihan. Aku harus lebih berhati-hati mulai dari sekarang.’
“Lize, apa yang kamu pikirkan?” mendadak Rose bertanya, menyadarkan aku dari pikiran-pikiranku.
“Ya?”
“Tolong perhatikan diriku… Sepertinya Lize tidak merindukanku sama sekali…” ucapnya, sambil memberi tatapan yang sedih dan terluka. Aku merasa sedih melihat keputus asaannya. Aku pun berupaya untuk memperbaiki moodnya dengan memeluk lehernya dan mengatakan hal sebenarnya.
“Aku sedang memikirkanmu…”
Dia menaikkan alisnya karena tidak percaya.
“Aku mengatakan kebenaran. Aku sedang memikirkanmu.”
Melihat sisi keras kepalaku, sebuah senyuman penuh kasih terlihat di wajahnya saat dia mengelus kepalaku. Suaranya yang manis menggelitik telingaku.
“Sungguh? Aku harap Lize akan memikirkanku di masa depan juga.
Pikiranku linglung saat aku melihat senyumannya, seperti bunga mawar merah yang segar. Kak Rose benar-benar lebih cantik dari siapapun yang pernah ku lihat.
‘Kalau begini terus, aku merasa seperti aku akan jatuh cinta padamu.”
‘Kak Rose benar-benar terlalu cantik!’
Cantik… seperti sang Permaisuji keji yang di deskripsikan di dalam novel.
Badanku pun bergetar pada pemikiran buruk itu.
‘Tidak! Bagaimana bisa aku membandingkan Kak Rose-ku yang cantik dan baik dengan sang Permaisuri keji yang akan membunuhku di masa depan?’
Antagonis di dalam novel ini, sang Permaisuri, dideskripsikan sebagai ‘mawar merah’. Dengan rambut merah dan mata hijau, ciri-ciri umumnya sangat mirip dengan Kak Rose.
‘Mari tidak berpikir tentang hal itu! Memikirkan sang Permaisuri keji selalu memberiku firasat buruk!’
Aku memeluk leher Kak Rose, mencoba untuk menghilangkan perasaan buruk.
“Kamu tau, kak...”
“Ada apa, Lize?”
“Apakah kamu pernah melihat sang Permaisuri?”
Rose pun terdiam mendengar pertanyaanku. Aku bisa merasakan tubuhnya tersentak karena terkejut.
‘Apakah aku keliru?’
“Aku tidak pernah melihatnya…”
“Begitu…” Aku mengangguk mengerti.
“Ya, sang Permaisuri ada di Kota Kekaisaran, bukan? Dia tidak bisa dilihat tanpa izin.”
Kakakku pun terdiam sekali lagi, nada gugup terdengar dari suaranya saat dia bertanya, “Kenapa kamu menanyakan tentang sang Permaisuri?”
“Aku hanya penasaran.”
“Dia adalah orang yang akan mengakhiri hidupku di masa depan, maka dari itu, aku sedang berusaha untuk menghindarinya sebisa mungkin.”
Aku harap aku bisa menjelaskannya kepada kakakku, tapi jelas aku tidak bisa, jadi aku hanya bisa tersenyum.
‘... tapi ini agak aneh.’
Aku memiringkan kepalaku dengan heran.
‘Ada begitu banyak wanita cantik di dalam istana, tapi aku tidak pernah melihat siapapun yang secantik Rose. Apakah sang Kaisar tidak pernah menemukan Rose?’
‘...apa yang sedang ku katakan!’
“Lize, apakah kamu sedang sakit? Mendadak wajahmu menjadi pucat. Ada apa?”
Kakakku bertanya dengan ekspresi khawatir, tangannya menempel pada keningku, namun aku tidak bisa menjawab pertanyaannya. Aku mencengkram gaun milik kakakku dan bertanya langsung kepadanya.
“Kak Rose, apakah kamu pernah melihat sang Kaisar?”
‘Tinggalkan kak Rose-ku sendiri, Kaisar brengsek! Jika sang Permaisuri keji menangkapnya, Kak Rose akan dihadapkan hal buruk. Dalam skenario terburuk, dia akan terbunuh!’
‘Mendengar pertanyaanku, Rose menatapku dengan aneh. Tangannya diletakkan di pundakku sambil menatap mataku.
“Lize…”
“Ya?”
“Lize, sejujurnya, bukankah lebih baik jika bertemu denganku daripada sang Kaisar?”
“...Rose juga, sepertinya tidak menyukai sang Kaisar? Syukurlah.”
‘Ngomong-ngomong, apakah dia salah mengartikan perkataanku? Mungkin dia berpikir bahwa aku ingin menemui sang Kaisar?’
Mataku terbelalak saat pikiran itu muncul. Lalu, aku mengatakan dengan nada serius, “Kak, kamu tahu…”
“Ya?”
“Melihat sang Kaisar adalah hal yang membuang-buang waktu,” ucapku, membembenarkan salah paham Kak Rose.
Saat dia mendengarnya, kakakku tertawa terbahak-bahak. Aku hanya tersenyum melihat pemandangan yang menyenangkan ini sambil membaringkan diriku di pangkuan kakakku, menikmati alunan indah yang dibawakan oleh tawanya. Sinar matahari yang menembus dedaunan hijau membuatku terpesona. Aku hanya ingin hidup tenang di masa depan. Aku tidak ingin melihat sang Kaisar maupun sang Permaisuri. Aku berharap aku bisa terus akrab dengan Rose.
“Saat periode pelatihan pelayan berakhir, istana mana yang ingin kamu tuju?” tanya kakakku, mengangkat tangannya, menutupiku dari sinar terik matahari.
Ya, tentu saja hal itu sudah diputuskan.
Dengan antusias, aku menjerit, “Istana dimana kakakku bekerja!”
Segera setelah dia mendengarkanku, ekspresi Rose berubah menjadi cerah dalam sekejap. Dia menggenggam tanganku erat-erat di lengannya.
“Lize, kamu adalah yang terbaik! Aku sayang kamu!”
“Aku juga sayang Kak Rose!”
Tawa kami meledak. Di atas langit biru yang cerah, suara berdentang jauh dan luas. Memberi perasaan menyegarkan pada sore hari yang cerah di pertengahan musim semi.
Comments
Post a Comment