JPSPU Bab 2

“Baiklah, tunjukan saya anak-anak tersebut,” ungkap Madenna. 

Langthan mengantarkannya ke sebuah ruangan, tetapi Madenna kemudian menyadari bahwa hanya anak perempuan yang terdapat dalam ruangan tersebut

“...mengapa hanya ada anak perempuan? Dimanakah anak laki-laki?”

“Anda hanya meminta anak-anak perempuan, Nona”

“...benarkah?”

“Benar, Nona.”

‘Tidak kusangka akan seperti ini,’ Madenna bergumam dalam hatinya.

Sudah lebih dari satu dekade yang lalu sejak dia berpesan pada Langthan, rincian akan hal tersebut telah lama ia lupakan.

Saat itu dia berpikir untuk mensponsori Suzanne, sang pemeran utama.

Tidak terlintas di benaknya bahwa dia akan berubah pikiran, sehingga ia hanya meminta Langthan untuk mempersiapkan anak-anak perempuan sebagai kandidat.

Tetapi sekarang setelah semuanya terungkap, dia tidak memiliki pilihan lain selain untuk mengubah permintaanya.

“Baiklah, tetapi bisakah Anda menunjukkan para anak laki juga?”

“Maaf?”

“Saya mengubah pikiran, saya mau memiliki kandidat anak laki-laki. Tolong tunjukan saya para yatim-piatu laki-laki.”

“B-baik, Nona,” Langthan menjawab dengan suara penuh kegelisahan.

Madenna yakin dia hanya merawat anak perempuan saja, sedangkan anak laki-laki tidak urusnya.

Kejadian ini memperkuat keinginan Madenna untuk mengambil alih panti asuhan tersebut setelah ia membawa Farren dari sini.

Tapi untuk melakukan hal tersebut, dia harus memiliki bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa panti asuhan ini telah memperlakukan anak-anaknya dengan semena-mena.

Dia menyilangkan kakinya dan tangannya menopang dagu.

“Apakah permintaan itu terlalu sulit?”

“Tidak, itu tidaklah sulit!”

“Berapa lama waktu yang dibutuhkan?”

“Itu… m-mohon tunggu sebentar! Saya akan kembali dalam 15 menit,” jawab Langthan dengan terbata-bata.

“Bolehkah saya melihat daftarnya anak-anak sembari menunggu ?”

“Akan saya ambilkan daftarnya,” jawab Langthan seraya mengambil buku tersebut dari rak bukunya.

“Akan saya panggilkan anak-anak tersebut.”

“Jangan terlalu lama, saya tidak memiliki banyak waktu.”

“Baiklah,” jawab Langthan. Dia menundukan kepalanya dan berjalan keluar.

Setelah dia pergi, Madenna membaca daftar anak-anak tersebut.

Daftar tersebut memberikan data-data anak di panti asuhan tersebut. 

[Farren (Laki-laki): 12 tahun, berambut hitam, bermata merah, dan pemberontak, butuh perhatian lebih.]

[Suzanne (Perempuan): 12 tahun, berambut perak, baik hati, peduli.]

Dia menutup daftar tersebut setelah menemukan apa yang dia cari.

Sudah lebih dari 15 menit, tapi Langthan masih belum kembali.

Madenna bangkit dari kursinya karena dia tahu Langthan akan terlambat.

Tiba-tiba, suara seorang gadis terdengar dari luar, "Direktur! Tolong bawa Farren pergi."

Madenna terkejut.

Dia kenal suara itu, suara orang itu masih menjejak dalam sudut hatinya yang tergelap. Dialah orang yang paling Madenna benci dalam hidupnya.

Madenna menarik napas dalam.

Di sisi lain koridor, seorang anak perempuan dengan kecantikan yang mempesona sedang menangis sembari menggenggam tangan direktur.

"Ada apa, Suzanne. Apa Farren mengganggumu lagi?"

"...tidak. Tapi aku terlalu takut untuk berada di ruangan yang sama dengannya. Bawa dia pergi ... kumohon?"

Tokoh utama yang sebenarnya, Suzanne, adalah orang paling munafik yang Madenna ketahui.

Dia memiliki dapat bersandiwara dengan luar biasa dan dengan kemampuan itu dia menipu semua orang.

Suzanne terlihat seperti malaikat dengan rambut perak dan mata biru bagaikan langit. Madenna bahkan kagum pada kecantikannya saat pertemuan pertama mereka.

Bagaimana mungkin seseorang tidak jatuh hati pada kecantikannya dan masa lalunya yang tragis?

Sebelum ini, keinginan Madenna hanyalah untuk hidup bahagia dalam dunia ini, akan tetapi Suzanne membalas air susu dengan air tuba.

Madenna teringat akan kebodohannya di masa lalu. Dia menggertakan gigi dengan tekad bulat, diia tidak mau seperti orang dungu yang jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali.

Madenna berjalan menghampiri kedua orang tersebut, dengan eksperesinya tajam dan menakutkan.

"Bising sekali, ada apa ini?"

Mendengarkan suara Madenna yang terdengar kesal, Lanthan segera meminta maaf.

"Saya meminta maaf, Nona. Mohon ampuni perkataan anak ini."

"Aku minta maaf atas telah mengganggu anda..." kata Suzanne sambil menundukkan kepalanya dengan mata berkaca-kaca.

Matanya yang sembab dan bibirnya yang kemerahan menuai belas kasihan dari orang yang melihatnya.

‘Jika aku masih diriku yang lama, pasti akan ku hapus air matanya dan berusaha melindunginya dari apa yang terjadi.’

Tetapi ketika dia teringat akan apa yang telah dilakukan Suzanne padanya, sekujur tubuhnya gemetar hebat.

Hatinya penuh dengan emosi yang meluap-luap. Separuh kemarahan, separuh ketakutan.

Suzanne adalah awal dari kejatuhan Madenna dan Madenna membencinya karena hal tersebut.

"Mana para anak lelaki, apakah mereka sudah siap, Direktur?" tanya Madenna. Permintaan maaf Suzanne telah diabaikan olehnya.

"Saya akan segera membawa mereka kepada anda, tunggu sebentar, Nona. Suzanne, jangan bandel, kemari ikut ikut saya." 

“Tapi direktur! Farren… ”

"Nanti akan saya urus, sekarang ikut saya dulu!"

Lanthan memegang tangan Suzanne dan bersama mereka berjalan ke ujung koridor.

Madenna menghela nafas saat dia melihat punggung gadis itu yang menjauh.

‘Tak kusangka, bahkan di panti asuhan ini, Suzanne telah mengaku digertak oleh Farren.’

Dalam novel tersebut, Farren tidak disinggung sampai dia telah beranjak dewasa. Buku itu hanya menceritakan bahwa dia berasal dari panti asuhan yang sama dan dia sering membuat hidup Suzanne sulit.

'Aku awalnya mengira bahwa dia adalah seseorang yang jahat, tapi...' 

Kalau dipikir-pikir kembali, buku itu ditulis dari sudut pandang Suzanne. Jadi saat ini sangat sulit untuk menentukan apakah Farren sebenarnya jahat atau tidak.

Farren merupakan satu-satunya orang yang dapat menyaingi kemampuan sihir Suzanne.

Jika Suzanne memilih untuk memusuhinya, dia akan membutuhkan seseorang untuk melindungi dirinya dari rencana-rencana jahat Suzanne.

'Tentu saja, aku harus mewaspadai dia juga, masih ada kemungkinan bagi dia untuk mengkhianatiku, seperti Suzanne.'

Tapi Madenna telah memprediksi hal ini, untuk mencegah hal tersebut terjadi untuk kedua kalinya, Madenna telah mempersiapkan perangkat untuk mengontrol Farren.



* * *



Tak lama setelah itu, sang direktur memanggilnya dan membawanya ke ruangan lain.

Anak-anak kecil berbaris di sepanjang dinding. Usia mereka bervariasi, tetapi dari observasi Madenna sepertinya tidak ada anak yang berusia 15 tahun keatas.

Diantara anak-anak lainnya, Suzanne memiliki fisik yang paling menonjol.

Matanya masih sembab karena menangis, tapi dia senyum lebar terukir di atas wajahnya. Tapi senyuman di wajahnya terasa salah. Senyumnya lebih menggambarkan kedengkian daripada ketulusan yang anak seumurannya miliki.

Madenna melihat sekelilingnya, mengerutkan kening karena mendapat firasat buruk. Dia mencoba mencari Farren tetapi tak terlihat Madenna batang hidungnya.

‘Sepertinya dia telah memanipulasi direktur dan berlaku seolah-olah dia adalah korban Farren agar dia dapat menyingkirkan anak laki itu.’

Madenna tahu bahwa Suzanne memiliki sifat manipulatif sejak kecil. Dia dapat memainkan semua orang sampai-sampai mereka memuja-muja dia sebagai dewi mereka. Dia dapat dengan mudah memutar balikan fakta demi keuntungan diri sendiri dan dengan sengaja membuat semua orang merasa harus menebus kesalahan mereka kepada dia. Bahkan ketika dialah yang membuat kesalahan tersebut.

"Saya telah membawa masuk semua anak laki-laki, Nona."

Seperti yang Madenna kira, anak laki-laki tampak tak terurus dibandingkan dengan anak perempuan. Sepertinya direktur memerintahkan agar mereka dibersihkan dengan tergesa-gesa atas permintaanya untuk bertemu dengan mereka.

Anak-anak perempuan itu relatif bersih, tetapi mereka terlihat sederhana dengan pakaian mereka yang polos. Kecuali Suzanne, dialah satu-satunya yang mengenakan gaun indah.

Dia memiliki senyum yang cantik di wajahnya. Semuanya dimulai dari cara dia menahan diri, cara dia berbicara, hingga tatapan matanya yang meyakinkan.

Dengan mukanya yang cantik dan senyumnya yang polos, semua orang pasti memilih dia untuk disponsori.

'...aku benar-benar buta sampai dapat terbodohi olehnya…’

Madenna mengabaikan tatapan Suzanne dan mengamati sekelilingnya.

Dia membuka mulutnya, "Direktur."

"Ya, Nona."

"Ada satu anak yang tidak disini, bukankah dia telah terdaftar dalam buku yang Anda berikan kepada saya?"

“Ya, Nona?”

Madenna mengangkat dagunya dan berpaling kepada Langthan dengan tatapan dingin.

"Aku tidak ingat nama anak itu. Dia memiliki rambut hitam dan mata merah. Saya tertarik padanya."

"Ahh dia..." jawab Langthan dengan gugup.

Madenna mengalihkan pandangannya ke arah Suzanne untuk melihat reaksinya.

Senyumannya kini goyah.

"Apakah ada masalah?"

"Bukan seperti, Nona. Tapi anak itu, dia cukup merepotkan. Saya takut kalau Nona akan merasa tersinggung olehnya.”

"Saya yakin sudah memberitahu anda untuk 'menunjukan semua anak di panti asuhan ini.' Apakah Anda sengaja mengabaikan perintah saya? "

"K-kalau begitu tolong tunggu sebentar," jawab Langthan dengan terbata-bata.

“Tidak,” lanjut Madenna, "Aku sudah membuang terlalu banyak waktu di panti asuhan ini. Aku akan pergi ke tempatnya sekarang juga. Bukankah kamar anak-anak ada di lantai dua?"

“No-nona!"

Madenna mengambil kunci dari tangan direktur dan berjalan ke tangga menuju lantai dua.

Anak-anak bergumam, bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Bukannya Farren tidak ada di kamar?" kata salah satu anak.

"Dia harusnya sedang dikurung di ruang refleksi sekarang."

Tiba-tiba, Madenna mendengar suara langkah kaki kian lama kian dekat. Tak lama, suara teriakan seorang gadis kecil menyusul dari belakang.

"Nona!"

Dia menoleh ke belakang dan melihat Suzanne mencoba mengejarnya.

"Jika Anda mencari anak itu, saya tahu di mana dia. Saya bisa menunjukkan jalannya," jelasnya sambil tersengal-sengal.

'...lihat anak ini,’'

Madenna ingat apa yang dikatakan Suzanne sebelumnya. Dia berkata bahwa Farren telah mengganggunya, sehingga dia tidak ingin berada di ruangan yang sama dengannya.

Tapi sekarang, dia ingin membantu Madenna mencari Farren. 

‘Dia membantah kata-kata sebelumnya dalam sekejap mata, hanya demi membuatku mengasihaninya.’

'Dia pasti mengira aku tertarik pada Farren dan takut dirinya akan tergantikan.'

Dia merasakan keringat dingin di meresap dipunggungnya.

Madenna merasa bodoh, bahkan jika dia tidak pernah tau sifat asli Suzanne, jika saja Madenna mengamatinya dengan hati-hati, kebohongan Suzanne dapat terungkap tanpa dia perlu menjalani hukuman matinya.

“Baiklah, antar saya kesana,” dia menjawab dengan tegas, raut wajahnya yang masih dingin dan asing. Tidak sedikit pun ia memperlihatkan terimakasih atau kegembiraan atas tindakan Suzanne.

"'Iya! Silahkan, lewat sini, ”jawab Suzanne sambil tersenyum manis.

Sudah waktunya untuk bertemu Farren, sang antagonis dalam novel.

 

 




Translator: Nlen
Editor: Nox


  <<      >>

Comments

Popular Posts