PKMK Bab 0

 Hembusan nafas bumi berdesir melalui rerumputan, di langit ada awan-awan yang memeluk lembah dan pegunungan. Lautan mawar merah terpampang di depan mataku. Setiap dari mereka bermekaran dengan mempesona, kelopak-kelopak merahnya menyilaukan setiap mata yang melihatnya. Tapi bukan aku. Aku tidak peduli dengan mawar seperti itu.


Semua ini karena seorang wanita yang berdiri di hadapanku. Sang Permaisuri, yang kecantikannya melebihi bunga mawar, menatapku dengan tatapannya yang tajam. Bibir lembut merahnya terbuka dan suara merdunya terbawa oleh angin.

"Lize, apa yang anda katakan kepada sang Kaisar?"

"Saya mengatakan kepadanya bahwa saya mendukung anda."

Sang Permaisuri pun menganggukan kepalanya dengan raut wajah yang puas pada jawabanku yang tegas.  

"Lize, sejujurnya, kamu lebih menyukaiku daripada sang Kaisar, bukankah begitu? Apakah aku benar?"

"Tentu saja.”

Saat aku mengangguk, aku bisa melihat mata sang Permaisuri berbinar dengan suka cita pada pengakuanku.

Aku pun berdiri di sampingnya sambil memegang rok gaunnya yang panjang.

Aku mendekatkan diriku kepada sang Permaisuri dan mencoba membisikan sesuatu di telinganya. Ia tertawa sembari membungkukkan tubuhnya agar menyamai tinggi badanku. 

"Kau tau, ini adalah sebuah rahasia…"

"Sebuah rahasia?"

Tatapan sang Permaisuri pun dipenuhi dengan rasa penasaran. 

Dengan senyuman yang sumringah, aku memeluk dengan erat leher milik sang Permaisuri. 

"Lize sangat menyukai kak Rose."

Sang Permaisuri pun tercengang ketika ia mendengar pengakuanku. Setelah jeda waktu yang lama, sebuah senyuman yang indah pun merekah pada wajahnya. Matanya yang berkaca-kaca pun dibasahi oleh air mata. Ia lalu memelukku dengan erat dan berkata dengan tulus.

"Terima kasih, aku juga sangat menyukai Lize."

"Sungguh?"

"Tentu saja."

Kata-kata yang sampai di telingaku pun terdengar manis seperti madu. Mau tak mau aku menyandarkan kepalaku di dalam dekapan sang Permaisuri. Bukan Permaisuri, yang digambarkan sebagai seorang penjahat yang menyebabkan kematianku di cerita aslinya, melainkan Permaisuri yang hanya kepada akulah, akan tersenyum dengan lembut. Mengalihkan pandanganku ke atas dan bertatap muka dengan wajahnya yang tersenyum dengan mempesona, aku pun menyadari sesuatu.

Cerita asli? Siapa yang peduli tentang hal itu? Aku hanya ingin dicintai oleh sang Permaisuri!

Faktanya, aku tidak pernah bermaksud untuk berkenalan dengan sang Permaisuri. Segera setelah aku menyadari bahwa aku telah bereinkarnasi sebagai sebuah karakter bernama "Charlize", aku memutuskan bahwa bertahan hidup adalah prioritasku yang paling utama. 

Pikiran pertama yang terbesit dalam pikiranku adalah, 'Aku harus menghindari sang Kaisar dan sang Permaisuri dengan segala cara!'.

"Lebih baik terlahir buruk rupa tapi kaya daripada miskin tapi cantik," Charlize adalah sebuah karakter yang membuktikan kalimat itu benar sepanjang hidupnya. 

Faktanya, hanya dengan melihat latar belakang Charlize, dia hampir tidak cocok memerankan peran tambahan. Dia lahir sebagai yatim piatu tanpa latar belakang. 

Jadi, bagaimana bisa seorang yatim piatu seperti dia mendapatkan peran sebagai pemeran pendukung di dalam dunia ini?

Charlize terlahir dengan sebuah hadiah yang sederhana. Hal itulah satu-satunya hadiah istimewa yang dia miliki. 

Sebuah faktor yang mana dia miliki tetapi tidak satu orang pun miliki adalah kecantikannya yang fenomenal. 

"Lize, menurutku patung indah yang dimiliki oleh tuannya pun tidak bisa dibandingkan dengan dirimu," beberapa orang bahkan akan membuat ujaran seperti itu untuk mendeskripsikan betapa cantiknya Charlize. 

Dan pada akhirnya, sang Kaisar yang berumur 20 tahun lebih tua daripada Charlize lah yang menyebabkan kematian mengerikan (tragis) sang perempuan cantik itu. 

Dan pada akhirnya, sang Kaisar yang berumur 20 tahun lebih tua daripada Charlize lah yang menyebabkan kematian tragis sang perempuan cantik itu. 

Ia bertemu dengannya pada saat Charlize ditugaskan ke Istana Kekaisaran. Kecantikannya langsung menarik perhatian sang Kaisar dan memenangkan hatinya.

Sayangnya, tidak peduli seberapa besar  dukungan yang dia dapatkan dari sang Kaisar, hal itu tidak dapat melindunginya dari ancaman para wanita cemburu di dalam istana.

Sang Permaisuri menganggap Charlize sebagai penganggu yang telah merebut afeksi sang kaisar dari dirinya. Merasa marah dan terkhianati, sang Permaisuri meracuni Charlize hingga dia mati. 

Saat aku mengingat bagaimana Charlize mati, aku tidak bisa menahan perasaan bersalah. 

'Mengapa aku harus mati karena sang Kaisar menyukaiku?. Aku hanya menyukai pria muda dan tampan! Bukan pria tua menjijikan yang 20 tahun lebih tua dari diriku!'

Sebagai hasil dari keputusanku, aku terus mencoba untuk menghindar dari sang Kaisar dan Permaisuri bagaimanapun caranya. 

Jika aku tidak pergi ke Istana Kekaisaran, tidak akan ada alasan bagiku untuk menarik perhatian sang Kaisar dan membuat diriku menjadi selirnya.

Bukankah begitu?

Aku hanya bisa berharap bahwa untuk sementara waktu ini, kepala pelayan tidak akan mengirimkan seorang pelayan berumur lima tahun, yang masih dalam masa percobaan, seperti diriku untuk pergi ke istana utama. 

Sementara itu, aku menikmati hidup yang sekarang aku jalani. Bahkan, aku mendapatkan seorang teman baik disaat situasi genting ini. Setiap kali ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, entah bagaimana kakiku akan selalu membawaku kepada orang itu, seseorang yang dengannya aku bisa terbuka, dan dia adalah… 

"Kak Rose!"

Kaki pendekku pun berlari dengan secepat mungkin ke arah sosok berambut merah.

Seorang wanita cantik pun menoleh dan secara refleks membuka lengannya, menyambutku kedalam pelukannya.  

"Charlize!"

Aku melompat ke pelukan Rose. Seseorang yang kuanggap sebagai kakak perempuanku sendiri. 

Sewaktu waktu aku merasa kesal atau cemas, aku akan selalu mengunjunginya. Dia seperti hembusan angin dikala musim panas, meniup semua masalahku seolah-olah itu tidak nyata. Aroma dia akan selalu menenangkan semua kecemasanku.

Kak Rose. Satu-satunya teman yang aku miliki di dalam kehidupan para bangsawan yang keras dan terkekang. Aku mengusapkan pipiku ke pundaknya dengan malu-malu saat dia menertawakanku, namun masih memanjakanku di dalam pelukannya.

"Charlize, bagaimana kabarmu? Apakah kamu sehat?" yang mana aku menjawab dengan senandung puas.

...Aku tidak tahu sampai saat itu, bahwa Rose, adalah sang Permaisuri yang merencanakan kematian Charlize.


<<      >>

Comments

Popular Posts